Situs Batu Megalitikum Pekauman Grujugan

Situs Batu Megalitikum Pekauman Grujugan Bondowoso – Bondowoso banyak di temukan batu arca atau megalitikum atau situs purbakala di Bondowoso, seperti batu megalitikum Glingseran, Cermee dan Prajekan.

Dan Beberapa tahun yang lalu tepatnya pada tahun 2011 di desa pekauman grujugan telah ditemukan batu arca semacam batu nyai (wanita) namun jenis kelaminnya laki-laki.

Warga pekauman grujugan menyebutnya “betoh jei” dalam posisi terlentang kaki disebelah barat. Cerita singkat penemuan batu megalitikum Bondowoso pekauman grujugan ditemukan oleh juru pelihara situs sendiri yaitu bapak Amsari alias Bapak Siska.

Beliau tanpa sengaja menemukan batu arca tepat setelah sholat ashar beliau membersihkan rumput di depan rumahnya alat pemotong rumput nyangkut disebuah batu yang terpendam, ketika penggalian diteruskan ternyata batu jei itu yang ditemukan.

Namun, sekarang keberadaan batu tersebut sudah dibawa ke kantor pusat penelitian benda megalitikum Mojokerto.

Situs Batu Megalitikum Pekauman Grujugan

Masyarakat berbudaya megalitik yang pernah tinggal di daerah Bondowoso adalah masyarakat yang cukup luas.

Mereka mendiami wilayah yang luas dengan tinggal berkelompok atau berkonsentrasi di tempat atau menyebar di daerah sampai cukup jauh dan jauh dari pusat pemukiman. Pusat perumahan tersebut adalah daerah Wringin dan Grujugan saat ini. (Muhammad Hidayat, 2007: 19-23).

Situs Batu Megalitikum Pekauman Grujugan
Batu Megalitikum

Topografi

Situs Pekauman adalah sebidang tegalan dan juga merupakan lahan pertanian. Topografi wilayah Pakauman datar hingga bergolak, dengan relief sekitar satu meter. Lerengnya 1-2 derajat dengan arah dominan ke arah timur.

Vegetasi di sekitar lokasi adalah pohon jati dan pohon sono (sisi barat), dan pohon pinus di timur laut. Jenis tanaman lainnya adalah kelapa, pisang, bambu, dan tanaman budidaya lainnya.

Sementara itu, kondisi lingkungan di lokasi Pekauman Bondowoso cenderung berada di tempat Pakauman (tempat aktivitas) untuk memilih tempat ketinggian reletive rendah dengan varietas tanaman.

Dengan demikian, kekuatan lingkungan yang menjadi basis lokasi hunian adalah: tersedianya lahan pertanian, sumber daya alam (hutan jatri, sono dan pinus), dekat sungai atau sumber air.

Sungai Sampeyan selain menjadi sumber air, ada kandungan batu yang merupakan bahan baku pembuatan monomitik megalitik. Desa atau desa di Pakauman terdiri dari 26 rumah yang terdiri dari batu batu.

Pengaturan segi empat berbentuk segi empat, persegi dan bulat. Pembangunan bangunan atas dari bahan kayu atau bambu dan atapnya dari dau-daun.

Saat itu Di Kabupaten Bondowoso dan Indonesia Pada Manusia Purba masih Percaya pohon ada roh yang mendiami itu.

Begitu juga dengan batu besar dan hewan besar yang menakutkan. Kekuatan alam yang hebat seperti petir, topan, banjir dan gunung meletus dan memakannya sehingga bisa memeluknya.

Selain menyembah benda dan binatang yang menakutkan dan tak terlihat, manusia purba juga menyembah roh leluhur mereka. Mereka percaya roh leluhur mereka tinggal di tempat tertentu atau berada pada ketinggian misalnya di puncak bukit atau puncak pohon tinggi.

Sebab dimana roh nenek moyang turun bangunan megalitik ini yang umumnya terbuat dari batu inti utuh, keudian diberi bentuk atau dipahat sesuai dengan keinginan atau inspirasi. Gedung megalitik hampir semuanya bagus. Jadi secara ringkas kepercayaan manusia purba pada periode ini dapat dibagi menjadi 2 macam:

2.1.1 Dinamisme
Keyakinan akan kekuatan magis yang ada pada hal-hal tertentu, misalnya di pepohonan, bebatuan, gunung, gua, azimat dan benda lainnya yang sakral.

2.1.2 Animisme
Kepercayaan akan roh nenek moyang atau nenek moyang mereka, mereka percaya, manusia setelah kematian jiwanya tetap tinggal di tempat adadan di tempat tertentu dan harus diberi persembahan pada waktu-waktu tertentu.

Objek Megalitik

Peneliti sejarah setuju dengan Kabupaten Bondowoso untuk dipertimbangkan di era tradisi megalitikum muda, yang sangat panjang ke abad XIV Masehi.

HR Van Hakeren, dalam bukunya The Stone Age of Indonesia (1972), bahkan penentuan Dolmen Bondowoso yang terjadi antara tanggal awal Kristus sekitar 2500-2000 SM.

Gambar kali ini terlihat dari Dolmen di Desa Pakauman, Kabupaten Grujugan, yang berjarak sekitar 5 km sebelah selatan Bondowoso.

Dari asal katanya, Breton (di Inggris Utara), ” Dol ” berarti ” meja ” dan ” Men ” adalah ” batu ”. Orang Bondowoso yang sedang berbicara dengan Madura Maju Betoh Desk (meja batu).

Berdasarkan fungsinya, Megalitikum tetap berada di Pekauman dapat dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama kenong batu adalah bentuk bangunan (umpak) dengan fungsi sebagai penyangga rumah bangun.

Yang kedua adalah kelompok Dolmen dan sarkofagus yang berfungsi sebagai wadah atau kuburan / jenazah. Ketiga kelompok Menhir, Arca menhir dan kursi batu yang berfungsi sebagai media pemujaan leluhur.

Ketiga kelompok tei ini memiliki tipe, pembagian dan fungsi yang berbeda, memberi kita panduan yang jelas tentang adanya pola arkeologi prasejarah, terutama pada saat perundagian di Jawa timur.

Bentuk pemukiman dan da pakauman, bisa dikatakan kecil (seperti dukuh). Permukiman dibangun di dekat Sungai Sampeyan yang mengalir di antara pegunungan Hiyang ke barat, dan dataran tinggi Ijen ke timur.

Sungai Sampeyan bermuara di Selat Madura. Survei permukaan tanah di lokasi Pakauman, Desa Grujugan, Kabupaten Bondowoso, Provinsi Jawa Timur, menghasilkan peta distribusi megalitik. Berdasarkan jenis dan fungsinya dapat dikelompokkan menjadi:

Patung Batu Kenong

Batu kenong adalah istilah warga biasa, berbentuk silindris dengan tonjolan pada puncaknya. Keberadaan batu kenong di Pakauman selalu berkelompok, kelompok yang suka 3 buah kenong batu, dan kelompok terbesar terdiri dari 20 buah kenong batu. Di situs purba tersebut ditemukan 26 kelompok musik kenong.

Salah satu kelompok batu kenong di Pakauman digali oleh Willems pada tahun 1938 dan menemukan: pecandu, periuk, manik-manik kaca, gelang besi, dan lima kulit kayu (Soejono 1984). Kelompok masong kenong di Pakauman sejak penelitian belum diketahui.

Batu Kenong sebagai tumpuan, merupakan unsur bangunan bawah atau pondasi. Bahan bangunan lainnya (atasan) kayu atau bambu dan atap daun atau sejenis rumput, yang tidak tahan lama, jadi tidak ditemukan jenazah.

Dolmen dan sarkofagus

Dolmen adalah meja batu yang berfungsi sebagai tempat pertemuan untuk ibadah. Terkadang di bawah dolmen digunakan untuk menyelamatkan mayat, sehingga jenazah tidak bisa dimakan binatang liar, kaki meja dikalikan sampai jenazah disegel oleh sebuah batu.

Cara pemakaman dan sering disebut sebagai kuasi-dolmen (karena tidak berfungsi sebagai alat ibadah) ditemukan secara terpisah atau dikontekstualisasikan dengan objek megalitik lainnya.

Keceriaan dolmen ditemukan di lingkungan sarkofagus. Sementara dolmen di daerah Maesan dikontekstualisasikan oleh sarkofagus atau batu kenong, selain dua lokasi ini, dolmen juga ditemukan di Kecamatan Punjer, Tlogosari, dan Bondowoso (Sudarsono, 1995) Sarcophagus adalah batu kerla atau peti mati batu.

Bentuknya hidup lesung dari batu yang utuh yang tertutup. Dari sarkofagus yang ditemukan pada umumnya ada mayat dan persediaan makam, asperware, sumbu persegi, perhiasan dan benda perunggu dan besi.

Daerah tempat sarcophagi ditemukan adalah Bali. Menurut masyarakat Bali, sarkofagus memiliki kekuatan magis / supranatural. Berdasarkan pendapat ahli sarkofagus yang dikenal masyarakat Bali sejak jaman logam.

Sisa-sisa megalitik spesies dolmen, oleh warga biasa disebut “pandhusa” atau “makam Cina”. Dolmen adalah sejenis batu nisan yang biasanya mengarah ke timur-barat, terdiri dari papan batu, beberapa batu tegak seperti dinding dan ditutupi oleh batu besar.

Bagian timur terkadang juga ada di bagian barat pintu masuk. Penelitian tentang dolmen telah dilakukan, antara lain oleh Steinmetz (1898), Hubenet (1903), B.de Haan (1921), dan Willems (1940).

Penggalian Willems tahun 1940 membuktikan bahwa dolmen benar-benar berfungsi sebagai kuburan. Di kuburan ada tulang manusia, sisa-sisa persediaan kuburan seperti fragmen tembikar, fragmen keramik cina (dari abad ke-9) dan pahat besi.

Dolmen lain yang pernah digali oleh de Haan menghasilkan penemuan gigi manusia, 79 buah manik-manik dalam berbagai ukuran dan terbuat dari batu, dan kaca.

Temuan lain adalah cincin emas (Soejono 1984). Berbeda dengan dolmen atau “pandhusa”, sarkofagus adalah tempat kuburan, komposisi dan tutup, bentuk dan ukurannya sama (simetris). Fasad sarkofagus kadang dihiasi dengan ukiran binatang berkaki empat, burung dan bentuk manusia.

Pusat Arkeologi Yogyakarta dalam penelitiannya pada tahun 1985 menemukan 71 dolmen dan 21 sarkofagus. Kedua jenis bangunan megalitik tersebut ditemukan di satu lokasi dan dijadikan wadah kuburan.

Menhir, Batu Menhir dan Kursi

Menhir adalah bangunan yang merupakan monumen batu yang didirikan untuk upacara menghormati semangat nenek moyangnya, sehingga ada menhir yang ada dan ada beberapa kelompok dan ada yang dibuat bersamaan dengan bangunan lainnya seperti punden berundak-tangga.

Patung menhir ditemukan terjerembab di bawah tempat penggalian dekat lokasi penggalian Willems dan bisa dievaluasi secara dekat dengan pemujaan leluhur.

La berukuran 160 cm, besar, bentuknya masif tanpa hiasan wajah. Ukirannya tidak ada, bentuk bawahnya meruncing untuk terjun ke tanah.

Batu menhir atau tegak, adalah batu panjang yang dibangun tegak sebagai batu dalam proses pemujaan roh leluhur.

Selama penelitian di Pakauman ditemukan menhir buah. Kursi batu yang juga disebut Pelinggih adalah batu dengan permukaan datar, terkadang di belakangnya berdiri batu lain sehingga bentuk kursi.

Dianggap fungsinya sebagai patriark yang duduk leluhur. Ketiga jenis jenazah ini (menhir patung, menhir, dan kursi batu) masuk dalam kelompok pemuja yang hidup sebagai media pemujaan terhadap roh leluhur (Kempers 1959: 73).

Sedangkan fungsi menhir sebagaisarana ibadah. Ditemukan di Arahan dan Wringin. Juga di daerah Tlogosari dan maesan (Sudarsono, 1995) Di Graham ditemukan berkerut dengan sarkofagus, sedangkan di Wringin ditemukan menhir tanpa kontrak dengan bangunan megalitik lainnya karena memiliki ukuran yang sangat besar di bandung dengan menhir lainnya di Bondowoso.

Sementara itu perlu dikemukakan di negara kita sampai hari ini masih ada budaya megalitik yang masih hidup, yang masih merupakan budaya sekarang di wilayah Indonesia.

Hal itu terjadi bahwa ada pola keyakinan bahwa sampai saat ini masih bisa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, terutama oleh masyarakat pedesaan di kepulauan Nias, Kalimantan, Papua, budaya dan daerah Bali yang jauh dari modernisasi di Indonesia dan perlu diketahui ‘Dari hasil dari para ahli penelitian terbaru, pada tahun 1998, patut disimpulkan adalah tradisi megalitik Bondowoso terkaya di Jawa Timur. Tapi saya yakin menurut Indonesia, ” kata Kayan Swastika, sejarawan, kepada Republika belum lama ini.

Apa kata Kayan tidak mengatasinya. Sebagai sejarawan yang pernah bekerja di IKIP PGRI dan Universitas Jember, Kayan telah mempelajari tradisi ini selama bertahun-tahun. Dan hasil studinya selalu dibuktikan melalui penelitian beberapa sejarawan lainnya.

Salah satu bukti bahwa Bondowoso memegang tradisi megalitik paling lengkap di Jawa Timur adalah kenyataan bahwa masih banyak sisa-sisa batu prasejarah di wilayah ini. Bahkan benda-benda bersejarah di lima desa dan kecamatan, termasuk di Desa Pakauman (Kecamatan Grujugan).

Di Desa Pekauman saat didirikan gedung Pusat Informasi Megalitikum untuk mengamankan benda-benda sejarah, selain itu juga sebagai wisata sejarah.

Cobalah sekali-kali berkunjung ke Bondowoso, banyak wisata menarik. Penginapan dan travel kamu bisa hunting lewat traveloka, pegipegi, tiket.com dan jasa lainnya.

Terima kasih telah mengunjungi artikel Batu Megalitikum Pekauman di grujugan, jangan lupa share agar lebih bermanfaat bagi masyarakat.

Leave A Reply
Verification: 072ae90ef479a69a